Suasan Rapat terbatas soal Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak Tanah bersubsidi rencana penyaluran Mitan ke distrik distrik pedalaman dan pesisir yang berlangsung di kantor Disperindag kabupaten Mimika, Rabu (31/8/2022)/Foto : humas
TIMIKA – Mengikuti Rapat Terbatas dengan pemerintah kabupaten Mimika yang diwakili oleh Asisten II Setda Mimika, William Naa, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), Dinas Perhubungan (Dishub), Bagian Hukum Setda, Bagian Perekonomian Setda, para agen Minyak Tanah dan pangakalan, tentang penentuan Harga Eceran Tertinggi (HET), Komisi B DPRD mendukung adanya rencana penyaluran Minyak Tanah (Mitan) bersubsidi kesejumlah distrik di pesisir dan distrik di pegunungan.
Rapat terbatas yang digelar di ruang rapat kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) kabupaten Mimika di Jalan Poros SP2- SP 5, Rabu (31/8/2022), dipimpin oleh Asisten II Setda kabupaten Mimika Willem Naa dihadiri juga oleh anggota komisi B DPRD Mimika, masing masing, Lexy David Linturan, Tanzil Azhari, Samuel Bunai, Merry Pongutan dan Yustina Timang.
Asisten II Setda Mimika, William Naa diawal rapat mengatakan, pertemuan hari ini membicarakan soal BBM lebih khusus soal Minyak Tanah (Mitan) bersubsidi yang berencana ingin menyalurkan Mitan kebeberapa distrik di pesisir dan dipegunungan, sebab selama ini penyaluran mitan hanya terpusat di kota Timika dengan hanya melayan enam distrik saja.
“Pada hari ini kita bicara khusus soal penentuan Harga Eceran Tertinggi (HET) agar ada patokan harga jual Mitan bersubsidi ke distrik distrik pedalaman. Kita harus perhitungkan seluruh biaya operasional yang timbul sehingga ada harga satuan yang nantinya dijual dipedalaman tidak memberatkan masyarakat.BBM bersubsidi itu harus dinikmati warga masyarakat khususnya Orang Asli Papua yang ada di kampung kampung bukan di kota, selama ini terkesan selama ini Mitan bersubsidi hanya dinikmati oleh masyarakat yang ada di kota saja,”tegas William Naa.
Asisten II mengakui, kuota atau jatah Mitan sebenarnya telah mengalami peningkatan walaupun tidak besar namun paling tidak bisa menjawab kebutuhan kebutuhan masyarakat. Ia mengaku dengan jumlah penduduk kabupaten Mimika kurang lebih 315.00 jiawa dengan kuota BBM sebesar 70.000 KL belum bisa mencukupi kebutuhan seluruh masyarakat.
Sedangkan Sekretaris Disperindag kabupaten Mimika, Selfina Pappang mengakui, saat ini baru enam distrik yang terlayani untuk pasokan minyak tanah itupun distrik yang masih ada di sekitar kota, sementara yang distrik dipesisir dan pegunungan belum tersentuh. Karena itu, rapat ini digelar agar kita bisa tetapkan HET minyak tanah dan bisa melayani mitan bersubsidi distrik distrik yang ada di pedalaman.
“Sesuai data kami hingga 2019 penyaluran Mitan bersubsidi melalui agen baru sampai dengan distrik terjauh adalah Distrik Mimika Timur (Poumako), distrik Wania dan distrik Kuala Kencana dengan HET Mitan Rp 5.500 perliter.Kita berharap agar kedepan bisa terlayani hinga ke Atuka, Kokonao, Mimika Timur Jauh dan Agimuga,”jelasnya.
Anggota Komisi B DPRD Mimika, Lexy David Linturan mengaku menyambut baik rencana pemerintah untuk menyalurkan Mitan bersubsidi hinga ke distrik distrik pedalaman dan pesisir, namun ia meminta pemerintah lebih dulu menata dan memastikan bahwa kebutuhan mitan bersubsidi di dalam kota Timika itu bisa berjalan baik. Sebab fakta di lapangan warga masyarakat di kota Timika saja masih sulit mendapatkan Mitan dan bahkan harus membeli dengan harga yang cukup tinggi.
“Jangankan ke distrik distrik terjauh, persoalan Mitan Bersubsidi di dalam kota Timika saja belum mampu diawasi dan realisasi kebutuhan warga soal Mitan sangat jauh dari yang diharapkan. Sebab menurut pengamatan kami, warga di kampung selama ini lebih memilih menggunakan kayu bakar untuk digunakan untuk memasak setiap hari,”tegas Lexy.
Lexy berharap untuk mencari solusi dan mengatasi soal kelangkaan dan harga terlalu tinggi Mitan bersubsidi, perlu ada tim lintas OPD dan instansi termasuk dengan DPRD untuk memperjuangkan penambahan kuota Mitan dengan bertemu langsung dengan kepala Migas dan Pertamina, sehingga Mimika tidak lagi terjadi kelangkaan Mitan atau harga dijual dengan sangat tinggi.
Anggota Komisi B lainnya, Samuel Bunai menegaskan bahwa persoalan Mitan di Mimika ini sudah berlangsung cukup lama, dimana masyarakat sangat kesulitan untuk mendapatkan mitan karena harus antre berjam jam, dan bahkan warga rela membeli Mitan tanah dengan harga yang sangat tinggi.
“Sebenarnya kuota Mitan yang disalurkan kepada agen atau pangkalan itu sudah cukup besar, namun biasanya masih ada saja pangkalan dan agen yang bermain. Contoh kasus, Mitan di salurkan ke pangkalan 5.000 liter, tapi hanya diberikan kepada masyarakat setempat 2.000 liter. Dan 3.000 liter ini agen menjualnya kepada warga dengan harga diatas 5.000 perliter, ini yang harus kita awasi bersama sehingga tidak ada lagi pangkalan pangkalan nakal yang hanya mencari keuntungan besar namun memberatkan warga masyarakat,”keluh Samuel Bunai.
Karena itu, Samuel Bunai berharap untuk menghilangkan praktek praktek nakal dari pangkalan seperti ini perlu dilakukan secara kontinyu untuk melakukan monitoring dan ini tugas Disperindag sehingga penyaluran Mitan bersubsidi berjalan sesuai harapan.
Anggota Komisi B lainnya, Yustina Timang, berharap agar rencana untuk menentukan HET Mitan yang akan disalurkan ke distrik distrik terpencil perlu memiliki data sebagai pendamping.
“Adanya rencana mau mengembangkan Mitan bersubsidi di distrik pedalaman sekiranya perlu data yang akurat, distrik distrik mana yang akan disalurkan minyak tana harus dipastikan berapa jumlah KK dan berapa kebutuhan Mitan yang dibutuhkan dalam sebulan didistrik atau dikampung tersebut. Sebab warga di pedalaman itu masih memanfaatkan kayu bakar untuk kebutuhan sehari hari, saya kira kita lebih baik fokus di kota dulu. Sebab sampai saat ini masih banyak warga Mimika yang membeli Mitan bersubsidi diatas HET yaitu Rp .5000/liter, bahkan ada yang menjual dengan harga Rp 7.000 perliter. Belum lagi ketika mendekati hari Raya keagamaan, warga harus antre dan bahkan terpaksa membeli Mitan dengan harga sangat tinggi,”katanya.
Hal yang sama juga disampaikan anggota komisi B lainnya dari Fraksi Golkar, Merry Pongutan, yang mengatakan mendukung rencana pemerintah untuk menyalurkan Mitan bersubsidi hinga ke daerah terpencil, namun alangkah baiknya lebih fokus untuk menjawab kebutuhan Mitan bagi warga di kota Timika.
“Pada dasarnya rencana penyaluran Mitan subsidi ke pedalaman dan pesisir sangat baik, namun sampai saat ini di kota Timika sendiri masih menjadi masalah. Kalau mau menyalurkan Mitan ke daerah terpencil baiknya kita lakukan pendataan dan monitor untuk memastikan tingkat kebutuhan Mitan di pesisir dan dipedalaman,”ungkap Merry.
Anggota Komisi B dari Fraksi Gerindra berharap dari hasil rapat ini menghasilkan sebuah kesepakatan yang bisa mengurai benang kusut selama ini yang terjadi soal kelangkaan dan mahalnya harga Mitan bersubsidi.
“Disperindag, Dishub dan OPD lainnya harus bisa menyelsaiakn benang kusut yang terjadi selama ini, jangan hanya asal bapak senang. Sebab tingkat masalah Mitan di kota Timika sudah berlangsung cuku lama tanpa ada solusi. Sudah beberapa kali kami Komisi B rapat dengan Disperindag dalam RDP namun hasilnya nol. Kita butuh kuota BBM yang lebih tinggi , kepala OPD semua diajak untuk berpikir dengan kekuatan, sudah dua tahun lebih kami menjalankan tugas sebagai DPRD namun kami belum pernah menerima titik titik pangkalan Mitan yang ada di Timika,”keluh Tanzil.
Asisten II Setda Mimika , Willem Naa menegaskan diakhir pertemuan bahwa pembahasan akan dilanjutkan pada rapat kedua untuk bisa memastikan HET Minyak Tanah bersubsidi terkait rencana penyaluran ke distrik distrik terpencil.
“Untuk rapat berikutnya semua data sudah disiapkan oleh Disperindag dengan mengambil data dari Dishub soal besaran biaya transportasi udara dan laut. Mohon dirapat berikut kita bisa libatkan Kadistrik yang akan jadi sampel penyaluran Mitan subdisi, seperti distrik Mimika Tengah (Atuka), distrik Mimika Barat (Kokonao), distrik Mimika Timur Jauh dan distrik Agimuga,”jelasnya. (humas)